Jakarta –
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 tumbuh di kisaran 5,3%-5,6% dengan produk domestik bruto (PDB) senilai Rp 24.316 triliun sampai Rp 24.479 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan untuk mencapai target tersebut dibutuhkan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar Rp 7.092 triliun sampai Rp 7.130 triliun. Oleh sebab itu, insentif fiskal akan disiapkan supaya geliat investasi sebesar itu masuk ke Indonesia.
“Untuk mendapatkan Rp 24.000 triliun lebih ini, kita membutuhkan adanya investasi. Salah satu kunci dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah modal,” kata Suahasil dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2024 secara virtual, Kamis (18/4/2024).
Kebutuhan investasi pada 2025 yang senilai Rp 7.092 triliun sampai Rp 7.130 triliun itu ditargetkan berasal dari belanja modal atau capital expenditure (capex) dari APBN atau APBD senilai Rp 420 triliun hingga Rp 462 triliun, capex dari sektor swasta Rp 6.140 triliun sampai Rp 6.096 triliun, serta capex dari BUMN sebesar Rp 532 triliun hingga Rp 572 triliun.
“Dengan begitu pengelolaan APBN dan APBD harus makin sehat. Artinya bisa men-generate, melakukan collection dari pendapatan negara, itu dilakukan belanja dan belanjanya itu harus dilakukan efisiensi, efektif dan efisien supaya bisa kita dorong pertumbuhan dan kesejahteraan,” tutur Suahasil.
Saat ini insentif fiskal yang telah ada untuk mendukung iklim investasi yakni insentif supertax deduction yang diperuntukan bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Melalui kebijakan itu, bagi industri yang gencar mengembangkan research and development serta vokasi akan memperoleh pengurangan pajak penghasilan (PPh).
“Kemenkeu terus menyiapkan berbagai macam fasilitas untuk pengurangan pajak untuk mendorong investasi. Kita telah punya super deduction pajak penghasilan untuk R&D dan vokasi. Kita juga harus pikirkan penguatan talent dan skill untuk industri berbasis high tech,” ucap Suahasil.
Ia mengharapkan arus investasi ke depan akan masuk ke sektor-sektor yang berbasiskan hilirisasi. Selain itu juga untuk sektor industri kendaraan listrik, energi baru dan terbarukan, serta sektor lainnya.
“Kita akan tetap memperhatikan dan masukkan visi serta arah kebijakan dan program dari presiden terpilih 2024-2029. Ini menjadi tugas kita sebagai birokrasi untuk memastikan adanya keberlanjutan,” ucap Suahasil.
(aid/rrd)