Jakarta –
Kondisi arus mudik Lebaran 2024 sempat dikeluhkan sejumlah pemudik. Bahkan beberapa di antaranya menilai bahwa mudik kali ini merupakan mudik paling parah yang pernah dialami.
Salah satu kondisi arus lalu lintas yang banyak disoroti saat awal masa mudik ialah kemacetan parah di jalan tol menuju Pelabuhan Merak, Banten. Kondisi ini sempat membuat Aldi, salah seorang pemudik, menilai perjalanan ini merupakan pengalaman terburuk yang pernah dialaminya.
“Dari 2016 merantau, ini pengalaman mudik paling parah, paling panjang. Aku kira mudik 2019 dulu, ada Tsunami Banten aku lagi di kapal, aku kira perjalanan itu yang paling berkesan, memorable, menakutkan. Ternyata yang ini lebih berkesan. Melatih kesabaran lebih ekstra, pokoknya paling chaos,” kaat Aldi, kepada detikcom, Kamis (18/4/2024).
Aldi sendiri merupakan warga asli Pagar Alam, Sumatera Selatan. Niat hati mau mudik dari perantauannya di Kota Bandung mengendarai mobil pribadi, ia disambut dengan kondisi jalan tol yang macet total. Kemacetan ini bahkan membuat perjalanannya hingga sampai ke Pagar Alam tembus 42 jam.
“Transit dulu, lalu berangkat mudik dari Jakarta sekitar jam 22.30. Itu mulai macet dari Serang di jam 01.30 dini hari sampai ke besok siangnya. Jadi baru sampai ke pelabuhan itu di jam 14.00, itu pun masih ngantre. Baru dapat kapal itu 18.30 sore. Jadi perjalanan yang biasanya 24 jam, pada saat itu aku sampai 42 jam sampai rumah,” ujarnya.
Tak berhenti sampai di situ, dalam perjalanan ia baru mengetahui bahwa tiket kapal feri menuju ke Sumatera sudah tidak tersedia untuk keberangkatan tiga hari ke depan, sementara dirinya belum punya tiket. Namun karena terjebak arus kendaraan dan tidak bisa berbalik arah lagi, akhirnya ia nekat membeli tiket untuk tanggal 9 April.
Pada kala itu, Aldi merasa kesulitan memperoleh informasi baik dari ASDP maupun polisi di lapangan. Kebingungannya tidak hanya sampai di situ, usai mendengar informasi mendadak bahwa tiket sudah habis melalui kanal-kanal resmi, Aldi melihat masih banyak calo tiket di kawasan pelabuhan. Penumpang kapal pun juga jadi tidak terkontrol.
“Aku naik kapal tanggal 7, tapi nekat beli tiket (resmi lewat aplikasi) yang tanggal 9 di perjalanan ke pelabuhan karena nggak bisa puter balik. Ternyata ujung-ujungnya dilolosin masuk yang penting punya tiket. Mau nggak mau, kalau yang di belakang (antrean kendaraan) udah punya tiket dari jauh hari, percuma nggak bisa lewat. Makanya yang di depan meski tiket buat tanggal 9 mau nggak mau didahulukan biar nggak menumpuk,” terang dia.
“Pas aku masuk kapal, ngobrol-ngobrol sama pengendara lain, justru aku sekapal sama orang yang berangkat jam 11 siang dari Bekasi. Kok bisa satu kapal? Aneh aja. Sedangkan ada aja yang nunggu kapal dari jam 2 (dini hari) tiba-tiba nggak dapet kesempatan naik,’ sambungnya.
Aldi merasa, koordinasi antar-pihak di lapangan kurang terjalin. Dalam hal ini, menurutnya pihak korlantas yang membantu mengurai kepadatan lalu lintas juga sempat menimbulkan beberapa kondisi yang menyulut emosi pemudik dan penumpang kapal tidak terorganisir dengan baik.
“Menurutku mereka seperti kurang koordinasi sama pengelola. Jadi ada beberapa yang pengin mengurai kepadatan saja, tapi akhirnya ada kondisi di mana orang yang datang duluan naik kapalnya malah belakangan, sedangkan yang baru datang naik kapal duluan, karena pengaturan lalu lintasnya. Jadi di sana orang-orang agak ‘panas’ (emosi),” ujarnya.
Menurutnya, kondisi ini jauh berbeda dibandingkan dengan mudik tahun lalu yang terbilang lebih rapi dan lancar. Di 2023, ia menilai kemacetan tidak sampai ke ruas tol dan bahkan menghabiskan waktu selama itu. Sementara di tahun ini, macet terjadi belasan kilometer di jalan tol.
“Tahun lalu normal dan nggak ada pengumuman tiket habis sampai 3 hari. Orang masih mentoleransi kalau ada macet, orang sudah siap mentalnya karena setiap tahun macet. Tapi dengan diumumin tiket habis 3 hari ke depan, orang jadi ragu, jadi panik justru (kendaraan chaos),” tuturnya.
Aldi sendiri tidak menampik bahwa kemungkinan hal ini terjadi karena membludaknya jumlah pemudik. Namun, ia juga mengkritisi sosialisasi dan penyebaran informasi dari operator maupun pemerintah. Hal inilah yang menurutnya jadi salah satu biang kerok kekacauan lalu lintas.
“Kayaknya kurang persiapan dan minim informasi banget. Jadi kan dari Instagram ASDP dia sosialisasi sampai dari 1 bulan sebelum beli tiket dan lain-lain. Cuma nggak tahu aku yang nggak nyari atau sosialisasinya kurang luas, sekelas aku aja nggak tahu kalau ada imbauan itu. Terus tiba-tiba diumumin tiket habis,” kata Aldi.
Berkaca dari pengalaman mudiknya kali ini, Aldi berharap bahwa pihak pengelola maupun pemerintah di gelaran berikutnya bisa mengantisipasi dengan menyiapkan sejumlah skema kepadatan penumpang. Selain itu, koordinasi antar stakeholder juga harapannya bisa diperkuat. Lalu yang tidak kalah penting, informasi ke masyarakat bisa lebih digencarkan.
(shc/das)