Jakarta –
Panasnya situasi di Timur Tengah terutama sejak perang Iran dengan Israel memberikan dampak yang luas. Kondisi tersebut diperkirakan membuat distribusi minyak terhambat.
Dikutip dari CNBC, Rabu (17/4/2024), kapal kontainer MSC Aries yang disita Iran pada akhir pekan lalu menandai setidaknya kapal keenam yang dibajak Iran.
Sebelumnya, Iran membajak kapal St Nikolas pada 1 Januari. Menurut Komando Pusat Angkatan Laut Amerika Serikat (AS), total kapal yang ditahan menjadi lima, dan lebih 90 awak kapal disandera.
Kondisi ini membuat pakar pelayaran dan energi bersiap menghadapi ketidakpastian jangka panjang.
“Iran berada dalam situasi ini untuk jangka panjang,” kata Samir Madani, salah satu pendiri Tankertrackers.com yakni sebuah layanan online independen yang melacak dan melaporkan pengiriman minyak mentah.
MSC Aries diidentifikasi oleh Iran memiliki hubungan dengan Israel. Kapal kontainer tersebut memiliki daya angkut 15.000 TEUs. MSC menyewa kapal tersebut, tetapi kapal tersebut dimiliki oleh Zodiac Maritime milik miliarder Israel Eyal Ofer.
Di sisi lain, AS mempertimbangkan sanksi lebih lanjut terhadap Iran sebagai tanggapan atas serangan baru-baru ini terhadap Israel. Sementara, Iran telah menggunakan kapal-kapal yang dibajak sebagai sarana pembalasan sanksi.
“Iran telah menyita minyak Kuwait yang ada di kapal Advantage Sweet dan dimuat ke supertanker VLCC mereka, Navarz. Iran memilih melakukan ini sebagai cara untuk mengkompensasi sanksi,” kata Madani.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada hari Selasa bahwa pemerintah mungkin berbuat lebih banyak untuk mencegah kemampuan Iran mengekspor minyak meskipun ada sanksi AS. Pembelian minyak Iran oleh Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah memungkinkan Iran menjaga neraca perdagangan positif.
Menurut Badan Informasi Energi AS, China, importir minyak mentah terbesar di dunia, mengimpor 11,3 juta barel per hari minyak mentah pada tahun 2023, 10% lebih banyak dibandingkan tahun 2022. Iran menempati peringkat kedua dalam ekspor minyak ke China setelah Rusia.
Data bea cukai menunjukkan bahwa China mengimpor minyak mentah 54% lebih banyak (1,1 juta barel per hari) dari Malaysia pada tahun 2023 dibandingkan pada tahun 2022. Analis industri berspekulasi bahwa sebagian besar minyak yang dikirim dari Iran ke China diberi label ulang sebagai berasal dari negara-negara seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Oman untuk menghindari sanksi AS.
JPMorgan mengatakan, pasar terus menilai risiko peningkatan lebih lanjut ketegangan militer antara Israel dan Iran yang dapat menyebabkan gangguan di Selat Hormuz, yang menjadi jalur lalu lintas sekitar 30% minyak dunia melalui laut. Pada hari Selasa, harga minyak naik tipis di tengah pembicaraan mengenai sanksi.
Lebih lanjut, JPMorgan mengatakan, blokade Iran akan menaikkan harga minyak, namun risikonya rendah mengingat selat tersebut tidak pernah ditutup meskipun ada banyak ancaman dari Iran selama empat dekade terakhir.
Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates, mengatakan penutupan Selat Hormuz akan mengakibatkan lonjakan harga minyak mentah Brent ke kisaran U$120 hingga $130 per barel.
“Hal ini akan membebani hubungan dengan Tiongkok dan India yang membeli minyak Teluk Persia dalam jumlah besar untuk memenuhi sebagian besar permintaan energi mereka,”katanya.
Lipow juga mengatakan Iran mungkin enggan menutup jalur perairan tersebut karena takut akan menimbulkan permusuhan dengan Arab Saudi, Kuwait, dan Irak, yang bergantung pada pembukaan selat tersebut untuk sebagian besar ekspor minyak mereka. Ketakutan terbesar di pasar minyak, ujarnya, adalah serangan Iran terhadap wilayah Israel yang berujung pada serangan balik Israel terhadap Iran yang merusak fasilitas produksi dan ekspor minyak.
(acd/rrd)