Jakarta

Indonesia mulai melangkah maju untuk mewujudkan industri pertahanan yang memiliki kompetensi tinggi untuk bersaing di pasar global. Kemandirian industri untuk memenuhi kebutuhan pertahanan dalam negeri menjadi salah satu tujuannya.

Maka dari itu, pemerintah meluncurkan holding program strategis BUMN industri pertahanan bernama DEFEND ID untuk mewujudkan ambisi tersebut.

Direktur utama DEFEND ID Bobby Rasyidin mengatakan tugas kemandirian industri pertahanan Indonesia ada di DEFEND ID.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tugas kemandirian ada di kami, tugas pembangunan SDM itu paling berat itu di kami. Karena kami dealing dengan teknologi-teknologi tinggi sehingga penyiapan SDM juga harus siap ke sana. Belum lagi ada aspek keekonomian yang mesti kita kejar, secara perusahaan dan aspek keekonomian untuk Indonesia secara keseluruhan,” ungkap Bobby.

Bobby juga mengungkapkan pemerintah dan DEFEND ID punya target besar untuk membangun kapasitas industri pertahanan masuk ke dalam 50 besar dunia. Dia juga bercerita soal beberapa pengembangan persenjataan yang sedang dilakukan DEFEND ID dalam program Blak-blakan detikcom.

Berikut ini kutipan lengkap wawancara dengan Direktur Utama DEFEND ID Bobby Rasyidin:

Banyak yang belum paham mengenai DEFEND ID dan PT LEN itu sebenarnya apa, boleh dijelaskan sedikit?

PT LEN Industri itu adalah induknya, induk dari grup bernama DEFEND ID. Jadi sejak 1991 PT LEN dijadikan BUMN itu sudah tidak ada singkatan lagi. Kalau dulu kan bagian dari LIPI. Tahun 2022 bulan Maret dibentuk lah namanya holding industri pertahanan.

Ada lima perusahaan di dalamnya, PT LEN sebagai induknya, kemudian ada Pindad, PT PAL, Dirgantara, sama Dahana sebagai anggota holding. Atau bisa juga disebut sebagai anak usaha PT LEN, karena pada saat itu terjadi inbreng saham pemerintah yang ada di empat perusahaan ini sebagai penyertaan modal tambahan ke PT LEN Industri, dengan kata lain jumlah saham pemerintah di PT LEN lebih banyak, sementara di anak usaha tadi disertakan ke LEN.

Selama ini kan empat BUMN yang sudah ada hidup sendiri-sendiri, tahun 2022 disatukan, ini inisiatif siapa?

Inisiatif ini sebenarnya dari pemerintah, stakeholder-nya kita itu pemerintah. Inisiatif awalnya di Kementerian BUMN yang melihat kalau lima perusahaan ini digabung which is nature-nya itu sama. Itu tentunya berikan kekuatan yang lebih kuat. Misalnya, 1 tambah 1 mungkin hasilnya bukan 2, bisa 10, bisa 20. Ada amplifikasinya.

DEFEND ID jadi frontliner pertahanan Indonesia, dorongan dari Kementerian Pertahanan seperti apa?

Sebelum holding dibentuk kan sudah di-rataskan. Ini persetujuan Presiden juga untuk pembentukan holding ini. Dengan PP lho ini, ada dua, satu lahir di Desember 2021, itu perubahan anggaran dasar PT LEN, yang tadinya sendiri saja sekarang memiliki 4 anak eks BUMN. Dan inbrengnya itu juga ada Peraturan Pemerintah juga di Maret 2022. Jadi ini memang prosesnya panjang untuk pembentukan holding ini.

Apakah Anda pernah diskusi dengan Pak Prabowo, atau dari Kementerian Pertahanan soal tujuan holding ini seperti apa?

Tentunya kalau kita lihat begini, itu kan ada porsinya masing-masing. Kalau Kementerian Pertahanan itu visinya sebagai membangun pertahanan, kalau kita lihat Mabes TNI itu adalah pengguna alat pertahanan, dan kalau kita lihat angkatan itu sebagai pembina dari alat pertahanan. Tentunya industri itu dalam hal ini bertindak sebagai penyedia alat pertahanan. Nah itu satu aspek.

Kalau bicara pertahanan itu ada 3 hal, satu itu ada platform-nya, kedua senjatanya, ketiga sistemnya. Nah kalau dilihat di masa lalu, 3 hal ini terpecah nih. Pindad, PT PAL, Dirgantara itu hanya kuat di platform-nya saja, PT LEN hanya kuat di sistemnya saja, dan PT Dahana kuat hanya di armamennya saja, di persenjataan saja. Dengan di-holding-kan ini bisa saling mengisi, maka kalau kita lihat impact-nya memang sangat eksponensial.

Bicara sebelum ada DEFEND ID, industri pertahanan kita seperti apa, kabarnya ada sesuatu yang ingin dilakukan Pak Menhan Prabowo?

Itu signifikan sekali, jadi sebelum penggabungan ini, kalau kita jumlah industri pertahanan kita ini kalau dilihat global chart-nya ini masih di atas 100 besar dunia. Di tahun 2022 akhir kita ukur ulang kita di peringkat 87-88, tahun lalu itu kita di tingkat 76. Diharapkan tahun ini masuk ke peringkat 60-an, dan target kita di tahun 2025 kita ada di top 50.

Kalau kita bisa masuk top 50, ini satu anomali, satu kekuatan besar di dunia. Kenapa begitu? Industri yang ada di top 50 itu spending pertahanan negaranya di atas 2% dari GDP. Kita masih hanya 0,8% dari GDP. Kalau kita masuk top 50, itu satu industri di suatu negara yang spending pertahanannya di bawah 1%.

Idealnya spending pertahanan di atas 2%, kalau dilihat secara global, spending pertahanan rata-rata di dunia itu 2,3%. Nah kalau bicara hari ini spending kita cuma 0,78% di bawah 0,8% itu jauh di bawah rata-rata dunia. Apalagi dengan tensi geopolitik dunia yang meningkat juga, ekskalatif.

Ke depan apa yang dilakukan atau sejauh ini apa yang sudah dilakukan selama 2 tahun ini?

Yang sudah dilakukan tentunya sinergitas, kita sinergi, sudah saling compliment. Kita saling menguatkan lah. Sudah banyak program atau proyek yang kita lakukan bersama, misalnya modernisasi kapal, tadinya dilakukan hanya PT PAL, sekarang berbarengan. PT PAL platform-nya, LEN sistemnya. Kemudian kalau dilihat juga di teknologi pesawat tempur, atau pesawat angkut misalnya, yang tadinya PT Dirgantara sendiri, sekarang ada PT LEN. Begitu juga di matra darat dengan PT Pindad.

Karena kami sudah bersama-sama dan kekuatan itu ada di sana, kami lebih percaya diri untuk ambil proyek domestik, tentunya stakeholder utamanya Kementerian Pertahanan. Cukup signifikan juga dibandingkan dengan renstra yang lalu.

Misalnya di 2014 sampai 2019 kita bandingkan 2020 sampai 2024 sekarang itu magnitude yang kita ambil bisa lebih dari 6 kali. Kalau di renstra sebelumnya bicara angka 100, maka yang kita kerjakan bisa sampai 600 sudah 6 kali. Jumlah programnya itu bahkan pengalinya 10, kalau 2014-2019 cuma 10 program dari Kementerian Pertahanan, sekarang kita kerjakan 100 program.

Kemudian kita lakukan operational excellence dan efisiensi juga, yang tadinya IT cost masing-masing, sekarang terintegrasi. Lalu misalnya human capital services tadinya masing-masing sekarang terintegrasi jalan bersama. Termasuk talent mobility, tadinya satu engineer yang stay di sana terus sekarang bisa muter-muter. Jadi banyak hal-hal yang kita kerjakan di 2 tahun ini tercermin di kinerja perusahaan, dari tahun 2021-2022 kita alami peningkatan 30% secara kinerja, dari 2022-2023 kemarin itu angkanya 30% juga. Diharapkan di tahun ini kalau ada lompatan 30% lagi, di akhir tahun ini kita bisa jadi 60 besar dunia.

Presiden selalu ingatkan untuk memanfaatkan produk dalam negeri, Menteri Pertahanan juga minta agar optimalkan sumber daya di dalam negeri. Apakah DEFEND ID akan ke arah sana, semua kebutuhan persenjataan dipenuhi DEFEND ID saja?

Idealnya memang begitu. Memang DEFEND ID ini kami ini kompleks, sangat kompleks. Tugas kemandirian ada di kami, tugas pembangunan SDM itu paling berat itu di kami karena kami dealing dengan teknologi-teknologi tinggi sehingga penyiapan SDM juga harus siap ke sana. Ketiga ada aspek keekonomian yang mesti kita kejar, secara perusahaan dan aspek keekonomian untuk Indonesia secara keseluruhan.

Untuk mencapai 3 hal ini, bagaimana kita siapkan SDM-nya untuk pencapaian teknologi tinggi tadi kita tentu tak bisa sendiri, kita harus benchmarking, transfer of technology, lakukan partnership, ini lah yang kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan kita, kita akselerasi itu sekarang.

Bicara jangka panjang, butuh waktu berapa lama untuk penuhi kebutuhan pertahanan dalam negeri agar bisa maksimal?

Kalau kita lihat industri pertahanan yang sudah matang, seperti Raytheon, Airbus, Lockheed Marten, kemudian sistem elektronika itu yang paling maju adalah Thales Prancis, mereka ini membangun ini tidak dalam jangka waktu pendek, umur perusahaannya saja sudah ratusan tahun. Kalau kita tempuh dengan cara yang sama tentu kita kemandirian kita itu masih sangat jauh sekali.

Lalu, apa yang kita lakukan? Kita lakukan prioritasisasi, kita lakukan yang paling basic dulu, amunisi, kemudian senjata ringan, pistol, senapan, senjata serbu, kemudian senapan runduk juga untuk sniper. Itu hal yang sangat basic sekali. Mulai dari penyiapan explosive material, atau warhead, hulu ledaknya, kemudian siapkan amunisi dan senjata ringan. Ini paling basic. Pada saat ini kita lumayan mandiri di sana.

On the next level kita bicara platform operasionalnya dulu, kalau bicara platform tempur ekosistemnya sangat sulit untuk dapatkan itu di dalam negeri, karena suatu industri itu kan ada tier 1, 2, 3, 4. Komponen raw material-nya, spesifikasi bajanya itu nggak ada di Indonesia, maka prioritas kendaraan tempur ini kita taruh sedikit ke belakang. Yang bisa kita lakukan adalah kemandirian kendaraan operasional dulu. Lahir lah produk macam Maung, sebelumnya Anoa, itu untuk menunjang operasional sebenarnya.

Nah next-nya lagi yang dikejar adalah platform tempurnya. Kalau dibedah lagi platform tempur ini yang paling gampang untuk kita kejar adalah kesistemannya. Kalau di kapal itu ada combat management system, di darat ada battle management system, di pesawat ada mission system. Kenapa kita kejar ke sana? Karena itu banyak software driven-nya.

Jadi kita bangun software, meskipun hardware masih kita impor sensor kita impor, komputernya kita impor, tapi at least kita ada kemandirian bangun software. Tiga prioritas ini yang kita kejar. Kalau kita develop sendiri, butuh waktu panjang, sehingga kami maksimalkan kerja sama dengan principal-principal yang jauh lebih maju dari kami.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *