Jakarta

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta pengaturan produk-produk industri hasil tembakau (IHT) dipisahkan dari pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Sebab RPP ini dinilai dapat mengganggu iklim rokok dalam negeri.

Perlu diketahui, saat ini pemerintah tengah menggarap RPP Kesehatan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Saat ini proses pembentukan RPP ini sudah sampai tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam RPP Kesehatan ini, sejumlah pasal mengatur tentang produk-produk IHT seperti jumlah kemasan, gambar peringatan kesehatan, pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan bahan tambahan, pelarangan iklan dan pemajangan produk.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua umum Gappri Henry Najoan berpendapat jika RPP ini tetap diputus dengan draf yang beredar (tidak direvisi) akan sangat mempengaruhi iklim usaha IHT, bahkan bisa membuat para pengusaha gulung tikar.

“Kretek yang menjadi produk anggota kami, menggunakan bahan tambahan rempah sebagai penggenap rasa. Anggota kami juga menggunakan tembakau dalam negeri yang berkadar nikotin tinggi dalam pembuatan rokok. Kalau dibatasi dan dilarang, kitalah yang terkena dampak terlebih dahulu,” papar Henry dalam keterangan resminya, Selasa (02/04/2024).

Ia menjelaskan sebelum adanya RPP tersebut, IHT telah menghadapi banyak tekanan regulasi. Dari 446 regulasi yang mengatur IHT, sebanyak 400 (89,68%) berbentuk kontrol, 41 (9,19%) lainnya mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya 5 (1,12%) regulasi yang mengatur isu ekonomi/kesejahteraan.

Di sisi lain, ia juga berpendapat pasal-pasal terkait produk Industri Hasil Tembakau (IHT) tersebut seharusnya diatur dalam pengaturan terpisah sebagaimana mandat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Menurutnya, dalam Pasal 152 Ayat (1) UU 17/2023 menetapkan ketentuan pengaturan pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Begitu pula pada Ayat (2), ketentuan lebih lanjut soal rokok elektronik juga diatur melalui Peraturan Pemerintah.

“Kata ‘diatur dengan’ Peraturan Pemerintah pada Pasal 152, sangat tegas amanatnya, sehingga seyogyanya, rokok konvensional diatur tersendiri, rokok elektronik diatur tersendiri. Keduanya, juga sebaiknya terpisah dari RPP yang memiliki ekosistem berbeda,” terangnya.

Untuk itu, Henry memohon agar pemerintah memprioritaskan upaya perlindungan IHT yang menjadi tempat bergantung bagi 6,1 juta jiwa.

“Kami mengusulkan untuk tidak dilakukan perubahan pengaturan terhadap industri produk tembakau yang berpotensi semakin memberatkan kelangsungan usaha IHT nasional,” ungkap Henry.

(hns/hns)



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *