Jakarta –
Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan untuk menggratiskan tarif tol untuk mendukung mudik Lebaran 2024. Kebijakan ini berlaku pada 8-9 April. Bisakah Indonesia menerapkan kebijakan yang sama?
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUP) Miftachul Munir menjelaskan, kebijakan gratis tarif tol akan memberikan dampak pada iklim investasi. “Terkait policy ini tentunya akan berdampak terhadap pada iklim investasi,” katanya di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Ia pun kemudian bercerita mengenai pengalaman rasionalisasi tarif Tol Trans Jawa. Dia mengatakan, mulanya tarif Tol Trans Jawa Rp 1.400 per km. Namun, kebijakan pemerintah tarif tersebut diturunkan menjadi Rp 1.000 per km.
Dia mengatakan, rasionalisasi tarif ini tidak diberikan secara gratis atau cuma-cuma. Sebab, konsekuensinya akan dikembalikan pada saat penyesuaian tarif khusus.
“Penyesuaian tarif khusus ini tentunya yang akan membayar adalah pengguna yang berikutnya. Jadi pengguna yang awal mendapatkan beneficiary tapi pengguna yang belakang itu akhirnya menggantikan terhadap kepastian,” katanya.
Ia mengatakan, industri konstruksi juga memanfaatkan uang dari pinjaman. Uang pinjaman atau debt ini juga memiliki biaya.
“Tentunya di sana juga ada cost of fund, tentunya ini akan mengganggu iklim investasi,” ungkapnya.
Dia mengatakan, tarif tol gratis ini bisa saja dilakukan. Namun, perlu dikaji mencakup kelayakan investasi hingga dampaknya ke tarif.
“Kebijakan gratis itu bisa saja kalau memang pemerintah memerlukan itu dilakukan, tapi tentunya akan secara kajian kelayakannya akan kita tinjau apakah pengaruhnya nanti ke investasi atau ke konsensinya ataukah terhadap tarifnya,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Kris Ade Sudiyono mengatakan, kebijakan menggratiskan tarif tol selama arus mudik dan balik Lebaran sebenarnya bukan di ranah operator. Penggratisan tarif tol berada di level kebijakan. Dari sisi operator ialah pihaknya hanya melakukan persiapan, penanganan dan pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Tentunya harus mengacu kepada aturan dan regulasi yang ada yang mendasari model kemitraan pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia,” katanya.
Dia menerangkan, jika mengacu ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang ada, model bisnis pembangunan tol di Indonesia adalah melibatkan investasi dari pihak swasta atau pihak lain di luar pemerintah. Adapun ketentuannya ialah akan ada proses pengembalian investasi berdasarkan tingkat tarif tol (tol fee) yang dikenakan kepada pengguna jalan.
“Jadi kalau mendasarkan kepada regulasi yang ada saat ini memang kebijakan menggratiskan itu belum ada,” katanya.
(acd/das)