Jakarta –
Partai oposisi India mengaku ditagih pajak tambahan sebesar 18,2 miliar rupee atau US$ 218 juta, atau sekitar Rp 3,44 triliun (kurs Rp 15.800/US$ 1). Oposisi menuding department pajak berupaya melumpuhkan keuangan partai jelang pemilu beberapa minggu lagi.
Bendahara Partai Kongres Nasional India, Ajay Maken menuding hal tersebut sebagai bentuk ‘terorisme pajak’. Ajay menambahkan pihaknya siap melakukan perlawanan di pengadilan.
Dikutip dari Reuters, Sabtu (30/3/2024), India akan melaksanakan pemilu pada 19 April hingga 1 Juni pendatang. Perdana Menteri Narendra Modi diprediksi akan menang untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.
Mahkamah Agung diperkirakan akan memulai kasus ini pada hari Senin. Sementara itu, juru bicara departemen pajak belum memberikan tanggapan.
Sumber yang mengetahui sengketa ini menyebut penilaian pajak penghasilan dari Partai Kongres dibuka kembali setelah tujuh tahun. Ini berkaitan dengan adanya penggeledahan yang dilakukan pada April 2019.
Partai Kongres dinilai melanggar undang-undang pembebasan pajak, dan telah diberi kesempatan berkali-kali untuk menyelesaikannya. Adapun tindakan Department Pajak mendapat dukungan dari pengadilan.
Partai Kongres yang dipimpin oleh keluarga Gandhi-Nehru pernah menjadi partai politik paling dominan di India. Partai Kongres menuding Modi berupaya melumpuhkan organisasinya lewat Department Pajak sebelum pemilu berlangsung.
Bulan lalu, pihak berwenang membekukan beberapa rekening bank milik Partai Kongres terkait kasus pajak tahun 2018-2019 yang melibatkan 1,35 miliar rupee. Upaya mereka untuk menggugat hal ini di pengadilan telah dibatalkan.
Di sisi lain, Partai Bharatiya Janata (BJP) yang mengusung Modi berpendapat kasus ini tidak bermotif politik. Partai Kongres telah memerintah India selama 54 dari 76 tahun sejak kemerdekaannya dari Inggris. Tapi partai itu kesulitan memenangkan pemilu sejak Modi berkuasa pada tahun 2014.
(ily/hns)